Sabtu, 14 November 2015

Sejarah Islam Di Madinah

Ini merupakan postingan pertama saya di blog ini membahas tentang sejarah islam di madinah

sejarah islam di madinah
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah SAW pada setiap musim haji berkunjung kemah-kemah jamaah haji untuk menyampaikan dakwahnya. Aktivitas ini mendapat respon sebagaimana ditunjukkan oleh Suwaid bin Shamit, seorang tokoh suku Aus dari Yatsrib yang menyatakan tertarik pada ajakan Rasulullah SAW. Selang beberapa waktu setelah itu Iyaz bin Mu’adz seorang pemuda Khazroj juga menyatakan masuk Islam ketika Rasulullah SAW menemui rombongan kabilah Khazroj saat mereka datang ke Makkah. Aus dan Khazroj adalah dua kabilah Arab terkemuka di Yatsrib yang selalu bermusuhan. Mereka sedikit banyak sudah memiliki pengertian tentang ketuhanan, wahyu, kenabian dan hari akhir. 

Berbagai Peristiwa Penting tentang Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah dalam sejarah islam

Pertama: 
Menyebarnya berita tentang masuk Islamnya sekelompok masyarakat Madinah, membuat orang-orang kafir Quraisy semakin meningkatkan tekanan terhadap orang-orang Mukmin di Makkah. kemudian Nabi muhammad saw. memerintahkan kaum Muslimin agar hijrah ke kota Madinah. Para sahabat segera berangkat menuju Madinah secara sembunyi-sembunyi agar tidak dihadang oleh kafir Quraysih. Namun Umar bin Khattab justru mengumumkan terlebih dahulu rencananya untuk berangkat ke pengungsian kepada orang-orang kafir Makkah. Ia menyatakan, “Siapa di antara kalian yang bersedia berpisah dengan ibunya, silakan hadang aku besok di lembah anu, besok pagi saya akan hijrah.” Tidak seorang pun berani menghadang Umar.

Kedua:
Setelah mengetahui kaum Muslimin yang hijrah ke Madinah itu disambut baik dan mendapat penghormatan yang memuaskan dari penduduk Madinah, berkumpullah kaum kafir Quraisy di Darun Nadwah. Mereka membahaskan cara yang diambil untuk membunuh Rasululah saw. yang diketahui belum berangkat bersama rombongan para sahabat. Rapat memutuskan untuk mengumpulkan seorang algojo dari setiap kabilah guna membunuh Nabi saw. bersama-sama. Pertimbangannya ialah, keluarga besar Nabi (Bani Manaf) tidak akan berani berperang melawan semua suku yang telah mengutus algojonya masing-masing. Kelak satu-satunya pilihan yang mungkin ambil oleh Bani Manaf ialah rela menerima diat (denda pembunuhan) atas terbunuhnya Nabi. Keputusan bersama ini segera dilaksanakan dan para algojo telah berkumpul di sekitar rumah Nabi saw. Mereka mendapat perintah: “Keluarkan Muhammad dari rumahnya dan langsung pengal tengkuknya dengan pedangmu!”

Ketiga:
Pada malam pengepungan itu Nabi saw. tidak tidur. Kepada keponakannya, Ali r.a., beliau memerintahkan dua hal: pertama, agar tidur (berbaring) di tempat tidur Nabi dan, kedua, mengembalikan semua harta titipan masyarakat Makkah yang ada di tangan Rasulullah saw. kepada para pemiliknya.
Nabi meninggalkan rumah menuju rumah Abu Bakar yang sudah menyiapkan dua kendaraan untuk berangkat. Abu Bakar menyewa Abdullah bin Uraiqith Ad-Daily sebagai penunjuk jalan yang tidak umum menuju Madinah.

Keempat:
Nabi Rasulullah SAW dan Abu Bakar berangkat pada hari Kamis tanggal 1 Rabi’ul Awwal tahun kelima puluh tiga dari kelahiran Nabi saw. Hanya Ali dan keluarga Abu Bakar saja yang tahu keberangkatan Nabi saw. dan Abu Bakar malam itu menuju Madinah. Sebelumnya dua anak Abu Bakar, Aisyah dan Asma, telah menyiapkan bekal secukupnya untuk perjalanan itu. Kemudian Nabi saw. ditemani Abu Bakar berangkat bersama penunjuk jalan menelusuri jalan Madinah-Yaman hingga sampai di Gua Tsur. Nabi dan Abu Bakar singgah di situ dan penunjuk jalan disuruh kembali secepatniya guna menyampaikan pesan rahasia Abu Bakar kepada putranya, Abdullah.
Tiga malam Nabi saw. dan Abu Bakar bersembunyi di gua tersebut. Setiap malam mereka ditemani oleh Abdullah bin Abu Bakar yang bertugas sebagai pengamat situasi dan pemberi informasi.

Kelima:
Lolosnya Nabi saw. dari kepungan yang ketat itu membuat kalangan Quraisy sibuk mencari. Jalan Makkah-Madinah ditelusuri. Tetapi mereka tidak berhasil menemukan Nabi saw. Kemudian mereka menelusuri jalan Yaman-Madinah. Mereka mengira Nabi pasti bersembunyi di Gua Tsur. Sesampainya tim pelacak di sana, alangkah kagetnya mereka ketika mendapati mulut gua itu tertutup sarang laba-laba dan sarang bunung. Itu tandanya tidak ada orang yang masuk ke dalam gua itu. Mereka tidak dapat melihat apa yang ada dalam gua, tetapi orang yang di dalamnya dapat melihat jelas rombongan yang berada di luar. Waktu itulah Abu Bakar merasa sangat khawatir akan keselamatan Nabi. Nabi berkata kepadanya, “Hai Abu Bakar, kita ini berdua dan Allah-lah yang ketiganya.”


Keenam:
Kalangan kafir Quraisy mengumumkan kepada seluruh kabilah, “Siapa saja yang dapat menemukan Muhammad dan Abu Bakar kepada kami hidup atau mati, maka akan diberikan hadiah yang bernilai besar.” Bangkitlah Suraqah bin Ja’syam mencari dan mengejar Nabi dengan harapan akan menjadi hartawan dalam waktu singkat. Sungguhpun jarak antara Gua Tsur dengan rombongan Nabi sudah begitu jauh, namun Suraqah ternyata dapat menyusulnya. Tatkala sudah begitu dekat, tiba-tiba tersungkurlah kuda yang ditunggangi Suraqah, sementara pedang yang telah diayunkan ke arah Nabi tetap terhunus di tangannya. Tiga kali ia mengibaskan pedangnya ke arah tubuh Nabi, tetapi pada detik-detik itu pula kudanya tiga kali tersungkur sehingga tak terlaksanalah maksud jahatnya. Kemudian ia menyarungkan pedangnya dalam keadaan diliputi perasaan kagum dan yakin, dia benar-benar berhadapan dengan seorang Nabi yang menjadi Rasul Allah. Ia mohon kepada Nabi agar berkenan menolong mengangkat kudanya yang tak dapat bangun karena kakinya terperosok ke dalam pasir. Setelah ditolong oleh Nabi, ia meminta agar Nabi berjanji akan memberinya hadiah berupa gelang kebesaran raja-raja. Nabi menjawab, “Baiklah.” Kemudian kembalilah Suraqah ke Makkah dengan berpura-pura tak menemukan seseorang dan tak pernah mengalami kejadian apa pun.

Ketujuh:
Rasulullah dan Abu Bakar tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabi’ul Awal. Kedatangan beliau telah dinanti-nantikan masyarakat Madinah. Pagi hari mereka berkerumun di jalanan, setelah tengah hari barulah mereka bubar. Begitulah penantian mereka beberapa hari sebelum kedatangan Nabi. Pada hari kedatangan Nabi dan Abu Bakar, penduduk Madinah sudah menunggu di jalan yang akan dilalui Nabi. Mereka mengelu-elukan Nabi dan genderang pun gemuruh diselingi nyanyian yang sengaja digubah untuk kepentingan penyambutan itu: “Bulan purnama telah muncul di tengah-tengah kita, dari celah-celah bebukitan. Wajiblah kita bersyukur, atas ajakannya kepada Allah. Wahai orang yang dibangkitkan untuk kami, kau datang membawa sesuatu yang ditaati.”

Kedelapan: 
Di tengah perjalanan menuju Madinah, Rasulullah istirahat di Quba’, sebuah desa yang terletak dua mil di selatan Madmnah. Di sana nabi membangun sebuah Masjid dan merupakan Masjid pertama dalam sejarah Islam. Beliau singgah di sana selama empat hari untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan ke Madinah. Pada Jum’at pagi beliau berangkat dari Quba’ dan tiba di perkampungan Bani Salim bin Auf persis pada waktu shalat Jum’at. Lalu shalatlah beliau di sana. Inilah Jum’at pertama dalam Islam, dan karena itu khutbahnya pun merupakan khutbah yang petama. Kemudian Nabi berangkat meninggalkan Bani Salim. Program pertama beliau sesampainya di Madinah ialah menentukan tempat di mana akan dibangun Masjid. Tempat itu ialah tempat di mana untanya berhenti setibanya di Madinah. Ternyata tanah yang dimaksud milik dua orang anak yatim. Untuk itu Nabi minta supaya keduanya sudi menjual tanah miliknya, namun mereka lebih suka menghadiahkannya. Tetapi beliau tetap ingin membayar harga tanah itu sebesar sepuluh dinar. Dengan senang hati Abu Bakar menyerahkan uang kepada mereka berdua. Pembangunan Masjid segera dimulai dan seluruh kaum Muslimin ikut ambil bagian, sehingga jadilah sebuah Masjid berdinding bata, berkayu batang korma dan beratap daun korma.


Kesembilan:
Setelah itu Nabi mempersaudarakan antara orang-orang Muhajirin dengan Anshar. Setiap orang Anshar mengakui orang Muhajirin sebagai saudaranya sendiri, mempersilakannya tinggal di rumahnya dan memanfaatkan segala fasilitasnya yang ada di rumah tersebut

Kesepuluh:
Selanjutnya Nabi saw. merumuskan piagam yang berlaku bagi seluruh orang Muslimin dan orang-orang Yahudi. Piagam inilah yang oleh Ibnu Hisyam disebut sebagai dasar negara dalam pemerintahan Islam yang pertama. Isinya membahas tentang perikemanusiaan, keadilan sosial, toleransi beragama, gotong royong untuk kebaikan masyarakat, dan lain-lain. Poin-poin penting adalah sebagai berikut:
·         Kesatuan umat Islam, tanpa mengenal perbedaan.
·         Persamaan hak dan kewajiban.
·         Gotong royong dalam segala bidang yang tidak termasuk kezaliman, dosa, dan permusuhan.
·         Kompak dalam menentukan hubungan dengan orang-orang yang memusuhi islam.
·         Membangun suatu masyarakat dalam suatu sistem yang sebaik-baiknya, selurusnya dan sekokoh-kokohnya.
·    Melawan orang-orang yang memusuhi negara dan membangkang, tanpa boleh memberikan bantuan kepada mereka.
·     Melindungi setiap orang yang ingin hidup berdampingan dengan kaum Muslimin dan tidak boleh berbuat zalim atau aniaya terhadapnya.
·         Umat yang di luar Islam bebas melaksanakan agamanya. Mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam dan tidak boleh diganggu harta bendanya.
·         Umat yang di luar Islam harus ambil bagian dalam membiayai negara, sebagaimana umat Islam sendiri.
·         Umat non Muslim harus membantu dan ikut memikul biaya negara dalam keadaan terancam.
·         Umat yang di luar Islam, harus saling membantu dengan umat Islam dalam melindungi negara dan ancaman musuh.
·         Negara melindungi semua warga negara, baik yang Muslim maupun bukan Muslim.
·         Umat Islam dan bukan Islam tidak boleh melindungi musuh negara dan orang-orang yang membantu musuh negara itu.
·         Apabila suatu perdamaian akan membawa kebaikan bagi masyarakat, maka semua warga negara baik Muslim maupun bukan Muslim, harus rela menerima perdamaian.
·        Seorang warga negara tidak dapat dihukum karena kesalahan orang lain. Hukuman yang mengenai seseorang yang dimaksud, hanya boleh dikenakan kepada diri pelaku sendiri dan keluarganya.
·         Warga negara bebas keluar masuk wilayah negara sejauh tidak merugikan negara.
·         Setiap warga negara tidak boleh melindungi orang yang berbuat salah atau berbuat zalim.

·         Ikatan sesama anggota masyarakat didasarkan atas prinsip tolong-menolong untuk kebaikan dan ketakwaan, tidak atas dosa dan permusuhan.

Demikian yang dapat saya tuliskan di blog ini menegenai sejarah islam di madinah, semoga kawan-kawan dapat mengambil manfaatnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar